Senin, 27 Oktober 2008

Competititon Boat Race for Royal Trophy Narathiwat Product Festival 2008, Thailand Selatan


Dangdut dan Capai 8 Besar

Senin, 21 Oktober 2008 silam, rombongan kami dari Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Sumatera Utara bertolak menuju Narathiwat, Thailand Selatan. Kedatangan kami yang berjumlah 29 orang (atlit dan official) sebagai wakil Indonesia, untuk memenuhi undangan Sport and Tourism Authority of Thailand, mengikuti kejuaraan perahu tradisional yang setiap tahunnya selalu dilaksanakan disana, Competititon Boat Race for Royal Trophy Narathiwat Product Festival di muara Sungai Bangnara, Narathiwat.
Kondisi kota yang pernah menggegerkan dunia akibat konflik bernuansa agama itu sempat juga mengganggu fikiran. Namun, salah seorang staff di Sport and Tourism Authority of Thailand, Muhammad Yusuf bin Sulaiman,keturunan Melayu Thai, meyakinkan pimpinan kontingen Indonesia, Mazrinal Nasution SE MAP, menyebutkan kalau situasi Kota Narathiwat kini telah berangsur aman dan terkendali.
----------------------------------------------------------- 
Setelah mendapat restu dari Kadispora Sumut Drs Ardjoni Munir M Pd, yang diwakili oleh Kasubdis Sarana dan Prasarana Disporasu Drs Sujamrat Amro MM dan Ketua KONI Sumut, yang diwakili oleh Prof Agung Sunarno,rombongan kami berangkat menuju bandara Internasional Penang. Sesampainya di 'sister city' nya Kota Medan itu, kontingen dayung Indonesia langsung diangkut oleh 'bas pesiaran' (bus parawisata-red) dari travel biro Penang yang telah dipesan khusus oleh dinas Parawisata Provinsi Narathiwat itu.
Sepanjang perjalanan dari Penang,Kedah hingga batas negara, Bukit Kayu Hitam Malaysia, suasananya begitu nyaman. Boleh jadi karena pengelolaan tata daerah negara bagian Malaysia itu telah demikian profesional, sehingga sepanjang perjalanan, mata memandang seolah dimanjakan dengan alam yang tertata baik lagi bersih.
Namun, sesampainya dibatas wilayah Thailand, Sadao, kondisi salahsatu provinsi dari 76 wilayah di Thailand itu, tak lebih dari situasi sehari-hari di Medan. Penempatan papan reklame serta poster pemilihan calon legislatif  yang tumpang tindih bertebaran acak dimana-mana. Hanya yang menarik perhatian adalah penempatan lukisan Raja Thailand Bhumibol Adulyadej dan permaisuri serta keluarganya terbingkai apik disetiap persimpangan hampir diseluruh wilayah Thailand.
Melewati Sadao, suasana mulai terasa mencekam. Soalnya memasuki wilayah Provinsi Pattani, salahsatu dari tiga wilayah (narathiwat dan Yala) yang pernah mengalami persolan krusial di Thailand tersebut, suasananya mirip-mirip berita di TV, saat militer AS menduduki Irak. Military checkpoint alias barikade militer hampir setiap 10 km per perjalanan kerap mengiringi perjalanan kami, sehingga memperlambat laju bus yang kami tumpangi.
barikade militer hampir setiap 10 km mengiringi perjalanan kami 
Memasuki wilayah Pattani, warna budaya muslim langsung terasa. Masjid-masjid  di sepanjang perjalanan, serta para muslimah berjilbab. Tua muda mengenakan kain sarung dan lobe, pejalan kaki atau yang naik spedamotor tanpa mengenakan helm berseliweran. Padahal, Thailand yang menetapkan Buddha sebagai agama negara justru absen di wilayah tersebut.
Pengamanan ketat dan darurat militer tak resmi di Pattani,  Narathiwat dan Yala, konon sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Sama tuanya dengan momen ketika ketiga provinsi tersebut dilebur ke dalam Kerajaan Siam melalui perjanjian sepihak oleh kolonial Inggris pada awal abad ke-20. Padahal, sebelum dipaksa bergabung dengan Siam, ke tiga wilayah itu adalah Kesultanan Islam yang tersohor sebagai salah satu pusat studi Islam di Asia Tenggara.
Sesampainya di Narathiwat, setelah menempuh 6 jam perjalanan, waktu menunjukkan pukul 17.55 (waktu di Thailand mirip dengan penggunaan waktu WIB-red), bus rombongan berhenti di kedai nasi Haji Naseer (juga Melayu Thai). Rupanya rombongan lebih lama satu jam tiba disitu akibat delay pesawat serta segala tetek bengek urusan yang berlaku. Rombongan telah ditunggu oleh Ahman Muh-Adam, Kepala Dinas pariwisata di tiga wilayah tersebut.
Sambutan dari tuan rumah demikian ramah dan langsung akrab. Sajian kuliner khas selatan Thailand yakni , tom yam serta lauk lainnya telah tersaji di meja makan (konon  tom yam yang sangat popular itu, merupakan kuliner asli dari tiga wilayah Thailand Selatan, Pattani,Yala dan Narathiwat-red) langsung dilahap seluruh rombongan . Dan, kedai Haji Naseer pun kemudian ditetapkan panitia lomba sebagai tempat makan siang dan malam rombongan dayung Indonesia. Usai makan kami langsung menuju tempat penginapan, Hotel Tanyong (orang setempat mengucapnya dengan sebutan Hotel Tanjung).

Dijamu Gubernur Narathiwat

Keberadaan tim dayung Indonesia di Narathiwat sangat berkesan. Malam kedua,(Kontingen Indonesia 6 malam disana-red) rombongan disambut begitu special. Tak tanggung-tanggung, Gubernur Narathiwat sengaja menggelar 'Welcome Party' untuk kehadiran kami .
Pimpinan rombongan, Mazrinal Nasution SE MAP serta Pengurus PODSI Sumut dan Medan, Awel dan Drs Ali Usman, serta Pelatih Dayung Sumut , Drs John Poltak Purba serta seluruh atlit disambut ramah oleh Voice Governor of Narathiwat (wakil Gubernur) Nikphorn Nara Pittakul serta Ketua Bandar (walikota) Narathiwat  dan jajarannya. Sang Wakil Gubernur ini pun menyampaikan salam dari Gubernur, kalau orang nomor satu di Narathiwat itu masih ada kegiatan lain yang harus dihadiri.
Rasa haru pun diungkapkan ketua rombongan , Mazrinal Nasution usai menerima bingkisan cinderamata miniatur Kolek Boat dari pemerintahan setempat. "Kami merasa sangat special dan tersanjung menerima undangan dari pemerintah Thailand ini, khususnya pada pihak Tourism Authority of Thailand. Upaya kami pastinya berusaha untuk membalas segala keramahan yang telah kami terima. Mudah-mudahan pertengahan Mei tahun 2009, kami dapat merealisasikannya dengan mengundang pihak anda untuk mengikuti Festival Olahraga Pemuda Bahari yang dipusatkan di Danau Toba, kota wisata Prapat. Andai ini tercapai, kami juga akan mengajak anda menikmati keindahan alam lainnya di Sumatera Utara seperti, Brastagi di Tanah Karo serta Bukit Lawang di Langkat," bilang Mazrinal di podium Ballroom The Imperial Narathiwat Hotel, di tempat penyambutan tersebut.      
Selain makan malam, rombongan dihibur oleh tarian Kolek boat khas Narathiwat yang dibawakan anak-anak. Selain itu ada yang mengejutkan rombongan, yakni penyanyi organ tunggal (keyboard-red) asal Narathiwat, yang melantunkan lagu –lagu yang pernah dipopulerkan oleh H Mansyur Syah dan H Jaja Miharja.
Spontan, mendengar lagu made in Indonesia itu, perasaan bangga pun tersirat dibenak masing-masing rombongan kami. Artinya, sudah sedemikian populernya musik asli Indonesia ini, sehingga menjadi kegemaran di negeri orang.
Hal itu juga sempat membuat pangling Gubernur Narathiwat, Winai Kuruk Whanphat, yang menyempatkan diri hadir disitu. "Beliau sempat menanyakan kepada kami, apakah Indonesia membawa sendiri penyanyinya ke Narathiwat ini," kata Moosa Yako, seorang staff dinas pariwisata Narathiwat.
Bukan itu saja, kepopuleran dangdut juga menyinggahi tempat hiburan di tempat rombongan kami menginap. Di salahsatu ruang entertainment Hotel Tanyong, tempat hiburannya diberi nama "Perdana Dangdut".

Hanya Sampai 8 Besar

Kesuksesan rombongan bisa tiba dengan aman dan selamat di daerah konflik yang selalu dijaga ketat oleh pihak militer Thailand itu tak diikuti sukses para atlit (Indonesia merupakan satu-satunya peserta dari luar Thailand,dari 19 tim yang turut memeriahkan kompetisi tersebut. Sementara 2 wakil Malaysia yang juga turut diundang, tidak memberikan alasan yang jelas mengenai ketidakhadirannya-red) yang berlomba di kompetisi tersebut. Amat cs hanya tertambat di level 8 besar.
"Kita mengalami kesulitan. Biasanya kalau kita latihan di Belawan kita memakai perahu berbahan fiber. Sedangkan yang kita pakai untuk lomba disini, perahunya dari kayu dan masing-masing perahu kualitasnya pun berbeda dan telah ditetapkan oleh panitia," sebut pelatih dayung Sumut, Jhon poltak Purba.
Alasan tersebut dapat dimaklumi, karena saat melakukan pertandingan dengan juara musim lalu, tim Geriga, tim Indonesia sebenarnya mampu menandinginya namun harus menguras tenaga sekuatnya, namun perahu tim Geriga lebih panjang dan ramping sehingga melaju cepat meski tak harus ngotot seperti atlit dayung Indonesia.
Walaupun gagal di babak awal, pada babak penyisihan , Amat CS mampu menjungkalkan tim tuan rumah lain asal Narathiwat dengan perbedaan yang mencolok. Sayang, pada saat penentuan untuk menuju semifinal, tim asuhan Jhon Poltak itu kembali menghadapi tim Geriga, namun kali ini dengan tiga kali bertanding . Belakangan, Tim Geriga kemudian tampil menjadi runner up pada kejuaraan memperebutkan Piala Raja Thailand, setelah dikalahkan tim Askar Laut Thailand.
Urung mencapai target yang telah disepakati sebelumnya, para pedayung tetap disemangati oleh para official. "Kita memaklumi medan dan sarana yang disediakan. Ini merupakan pengalaman berbeda dari kegiatan yang pernah kita geluti. Perlombaan di Thailand ini betul-betul dengan konsepnya, yakni tradisional. Dengan menggunakan perahu kayu khas Narathiwat. Hanya saja yang berbeda kerampingan serta panjang perahu. Sepatutnya panitia menentukan keseragaman perahu dan dayung yang disediakan. Agar perlombaannya menjadi lebih fair play dan tidak dapat dijadikan alasan oleh peserta lomba," sebut Ali Usman, pengurus PODSI Medan, yang juga staff di Dinas Perikanan Pemko Medan, Dalam perjalanan menuju pulang,ke Medan,Indonesia. Rombongan tiba dengan selamat di Medan, Minggu,26 Oktober 2008. (anoel)